Di atas bukit batu cadas yang kokoh, terdapat sebuah rumah sakit yang telah berdiri teguh selama 57 tahun. Rumah sakit ini bukan hanya sekadar bangunan fisik; lebih dari itu, ia adalah tempat di mana setiap orang merasa dihargai, dicintai, dan disayangi.
Rumah sakit Bukit Lewoleba lahir dari keprihatinan Mgr. Antonius Hubertus Thijssen SVD, Uskup Larantuka pada tahun 1967. Saat itu, beliau melihat rendahnya tingkat kualitas kesehatan masyarakat di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Dengan semangat pelayanan berlandaskan nilai-nilai kristiani, rumah sakit ini menjadi fokus dan lokus misi pastoral Gereja Lokal Keuskupan Larantuka.
Sejak awal, motto “Melayani Dengan Kasih” telah menggerakkan para tenaga kesehatan di Rumah Sakit Bukit Lewoleba. Rentang waktu 57 tahun dihiasi oleh semangat ini—semangat untuk tetap setia dan bertanggung jawab dalam melayani orang-orang sakit.
Namun, tantangan tak pernah berhenti. Saat ini, rumah sakit ini berstatus sebagai tipe D, dan pembenahan secara berkelanjutan diperlukan. Gedung rawat inap, operasi, radiologi, dan laboratorium perlu diperbarui agar sesuai dengan standar regulasi. Meskipun telah bekerjasama dengan BPJS sebagai sumber pemasukan, kebutuhan akan dana masih besar.
Di tengah perubahan ini, kesadaran akan panggilan Allah menguat. Rumah sakit ini bukan hanya tempat penyembuhan fisik, tetapi juga tempat di mana kasih sayang dan perubahan nyata terjadi. Kita semua diajak untuk menjadi bagian dari pembenahan di Rumah Sakit Bukit Lewoleba.
“Salam Satu Hati, Melayani Dengan Kasih.” Mari bersama-sama mengubah harapan menjadi kenyataan.